Presma Institut Indobaru Nasional Batam Tanggapi Dampak Putusan MK Terkait Penghapusan Presidential Threshold 20%

PRESIDENTIAL THRESHOLD. Presiden Mahasiswa Institut Indobaru Nasional Batam, Alexander Manurung, menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen.

IDEANEWSID. Presiden Mahasiswa (Presma) Institut Indobaru Nasional Batam, Alexander Manurung, menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen.

Seperti diketahui, MK resmi mengabulkan gugatan uji materi terhadap Pasal 222 Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu melalui Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024. Putusan ini menghapus presidential threshold 20 persen.

“Dihapusnya ambang batas 20 persen ini memiliki dampak luas terhadap dinamika politik di Indonesia,” kata Alexander memberikan pandangannya mengenai dampak dari keputusan yang sangat signifikan ini, Kamis (9/1/2025).

Baca juga:  Calon Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika Luncurkan Kartu Purwakarta Cantik, Yuk Intip Manfaatnya

Putusan ini, sambungnya, membuka peluang besar bagi munculnya calon-calon pemimpin yang lebih beragam.

“Sebelumnya, sistem presidential threshold membatasi kontestasi hanya pada kandidat yang didukung partai besar atau koalisi dominan,” ujar Alexander.

Dengan dihapusnya threshold ini, kata dia, demokrasi akan lebih inklusif dan memberikan ruang yang lebih besar bagi partai kecil atau kandidat independen untuk mencalonkan diri.

“Ini adalah langkah positif untuk memperkuat demokrasi yang sehat dan kompetitif,” ucapnya tegas.

Waspada Potensi Fragmentasi Politik

Akan tetapi, Alexander juga menyoroti beberapa tantangan dan dampak negatif yang mungkin muncul akibat kebijakan ini.

Baca juga:  Fraksi Ngotot Paripurna, Ketua DPRD Purwakarta: Ayo Jujur Itu Untuk Kepentingan Rakyat Atau Takut Kehilangan Pendapatan?

“Di sisi lain, kita perlu waspada terhadap potensi fragmentasi politik. Tanpa threshold, jumlah kandidat mungkin meningkat tajam, sehingga memperbesar risiko polarisasi masyarakat,” katanya.

Proses konsolidasi politik pasca-pemilu, lanjutnya, juga dikhawatirkan akan menjadi lebih rumit jika tidak ada mekanisme penguatan stabilitas pemerintahan.

Alexander pun menekankan pentingnya pendidikan politik bagi masyarakat, terutama generasi muda. Tujuannya, agar dapat memahami bahwa demokrasi bukan hanya soal jumlah kandidat, tetapi juga kualitas kepemimpinan.

“Sebagai mahasiswa dan generasi muda, kami memiliki tanggung jawab memastikan masyarakat memilih berdasarkan program kerja dan visi misi yang ditawarkan, bukan semata-mata popularitas,” ujarnya.

Baca juga:  Sikap Ketua DPRD Purwakarta Ahmad Sanusi Dikecam

Putusan ini, lanjutnya, adalah peluang sekaligus tantangan bagi semua untuk membangun demokrasi yang lebih matang.

Alexander pun menyampaikan harapan bahwa pemerintah dan penyelenggara pemilu akan segera menyiapkan regulasi turunan yang dapat mengakomodir perubahan ini tanpa mengorbankan stabilitas politik dan pemerintahan.

“Kita harus optimis bahwa perubahan ini akan membawa Indonesia menuju demokrasi yang lebih maju. Namun, kita juga harus tetap kritis untuk memastikan bahwa setiap langkah yang diambil selalu mengedepankan kepentingan rakyat,” ucapnya. (Red)